Minggu, 03 April 2011

Cinta terlarang

Cinta terlarang


Oleh Wisnu Djatmiko

Saudara/i ku,,,


Fitnah itu bernama cinta
Bukan bermaksud menyalahkan perasaan, tapi hanya menyalahkan cara yang salah

Saudara/i ku...
Lihatlah siapa yang kamu banggakan ?
Laki - laki/perempuan asing yang kamu sebut calon suami/istri mu ?
Dia baik, dia kaya, dia mapan, dia shalih/shalihah
Lalu kamu ceritakan apa yang membuatmu bangga akannya

Sadarlah ...
Apa nya yang membuatmu bangga?
Kamu hanya membanggakan sesuatu yang bukan milikmu
Yang sama sekali kamu sendiri tak bisa jamin bahwa dialah jodoh yang diberikanNya

Saudari ku...
Lihatlah Islam memuliakan kalian
Perintah nadzor (melihat calon istri) pun selayaknya dilakukan di depan mahrom mu
Kenapa ?
Supaya kamu tidak dipermainkan oleh laki-laki asing yang iseng
Supaya kamu tau bahwa laki-laki yang mengunjungimu benar-benar serius
Bukan, bukan dengan cara backstreet
Bukan dengan bertemu di belakang berduaan saja
Percayalah, kalo ini terjadi, kamu akan dengan mudah (sekedar) dilihat lalu dicampakan

Saudara/i ku...
Kamu tertawa dan bahagia dengan sms "cinta" darinya?
Untuk apa ?
Sama sekali itu bukan hal yang patut diacungi jempol
Apa karena kamu kira dia calon suami/istri mu ?
Sekali kali kamu tak pernah tau apakah benar dia yang akan mendampingimu kelak
Untuk apa mengotori hatimu untuk hal yang fatamorgana?
Tak ada yang patut dibanggakan dari kalimat "perhatian" laki-lakiperempuan asing !
Selayaknya kamu bersedih, malu dan menangis
Karena bisa jadi kamu terfitnah,
Atau malah kamu yang membuat fitnah

Saudara/i ku....
Kamu bilang kamu tak akan terfitnah?
Kamu bilang kamu bisa menjaga hati sampai menikah kelak?
Sudah, cukup !
Jangan bohongi hatimu sendiri
Siapa? siapa yang bisa menjamin ?
Jangan sampai menunggumu patah hati
Lalu kamu baru sadar dari kesalahan

Saudara/i ku...
Kamu takut kalo kamu ga nanggepin obrolan iseng dia, maka kamu dicampakan?
Kamu takut kalo kamu ga nanggepin sms "aneh" dia, maka dia meninggalkanmu?
Tidak kah kamu lebih takut akan murkaNya?
Melakukan hal hal yang dilarangNya dengan suka cita dan sepenuh hati?
Ingatlah duhai saudara/i ku fillah

Laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik dan sebaliknya
Itu janji Allah,
dan Dia tidak akan pernah ingkar janji, jika kamu bertawakkal

Saudara/i ku...
Lihatlah bagaimana kamu memanggilnya mesra demikian juga sebaliknya
Ummi , abi
Ade , mas

Yang , love me
"ummi/abi lagi apa? , udah sholat belum?"
"ade/mas udah makan belum? ade/mas ayo sholat bareng"

"yang udah nyampe belum? , istirahat ya...!

Sakit, sakit hatiku mendengarnya

Betapa aku sangat mencintai kalian
Ini yang ingin aku sampaikan agar kalian tidak terlena

Saudara/i ku...
Bahkan 1 detik menjelang akad nikah, dia bukan siapa-siapamu
Dia hanya laki-laki/perempuan asing yang tidak selayaknya menerima "puja dan puji" darimu

Aku dan kamu serta semua orang
Tak ada yang sanggup bersumpah bahwa dialah yang PASTI akan jadi suami/istri mu
Tak ada yang bisa menebak rahasiaNya
Tak akan ada ...

HUTANG

HUTANG
Oleh : Linda Nurhayati

 “Terserah!” seru Icah, setengah berteriak.
 “Maksud kamu... terserah gimana, Cah?” Suara Muhadi terdengar kebingungan.
 “Ya, kang Hadi mikir dong! Terserah gimana caranya supaya hutang kita bisa lunas. Aku malu kalau belanja ke warung Ceu Iis mesti gali lubang tutup lubang.” Icah menjawab masih dengan nada tinggi, lalu melengos meninggalkan suaminya yang tertunduk lesu sambil menghela nafas panjang.
Percekcokan seperti itu sering terjadi. Ini bermula sejak Muhadi ditipu mentah-mentah oleh Nurdin, tetangga baru waktu itu. Nurdin pandai bersilat kata sehingga Muhadi teperdaya dengan menyetujui untuk bekerja sama dalam bisnis jual beli tanaman jahe. Nurdin mengistilahkan usaha mereka itu sebagai ‘agribisnis’.
Diiming-imingi keuntungan yang menjanjikan, Muhadi memberanikan diri mengajak bosnya menjadi investor. Bosnya, Pak Yunus, adalah pengusaha mainan dan alat peraga edukatif yang sukses, di mana Muhadi menjadi karyawan setia. Bukan bosnya saja, Muhadi bahkan mengajak pamannya berinvestasi.
Hasil lobby Muhadi membuahkan hasil. Masing-masing investor tersebut menanam lima juta rupiah. Dengan perjanjian bagi hasil setiap bulan yang disepakati bersama. Uang sepuluh juta rupiah itu pun diserahkannya kepada Nurdin, untuk dikelola dalam bisnis jahe tersebut.
Bulan pertama dan kedua, bisnis relatif lancar. Bagi hasil dibagikan kepada investor sesuai kesepakatan. Sementara keuntungan untuk Muhadi, ditahan oleh Nurdin, katanya lebih baik diputar dulu, supaya keuntungan berlipat-lipat. Muhadi menurut saja.
Waktu demi waktu berlalu, Nurdin mulai sulit ditemui. Kalau dihubungi, ia berkelit. Hingga akhirnya, Nurdin benar-benar raib menggondol semua aset bisnis. Lemas rasanya Muhadi menerima nasib sedemikian naas. Sementara di tengah kegundahannya itu, Icah, istrinya, selalu ngambek dan hampir setiap hari meradang.
Sejak saat itulah, gaji bulanan Muhadi harus dipangkas untuk mencicil pembayaran hutang investasi tersebut. Meski para investor itu memberi sedikit keringanan, namun bagi Icah, hidup menjadi teramat sangat berat. Icah harus memutar otak sedemikian rupa agar dapur tetap ngebul, dan anak sulungnya tetap bisa sekolah (si bungsu baru empat tahun, belum sekolah). Salah satu caranya, dengan selalu ngutang sembako pada warung Ceu Iis. Untunglah, Ceu Iis yang perawan tua itu, selalu ringan tangan menolong Icah dan keluarganya.

*  *  *

Brukk!
Icah menghempaskan tubuhnya di kursi yang ada di teras rumah tetangga sebelah, tempatnya curhat.
“Kenapa Cah? Berantem lagi sama kang Hadi?” tanya Wiwin, tetangga Icah.
“Iya, Mbak Win. Aku pusing! Udah gaji kang Hadi nggak seberapa, eh... harus dipotek-potek 1) buat bayar hutang. Sementara kebutuhan terus aja ada,” keluh Icah.
“Selalu itu saja yang jadi masalah kamu, Cah. Seolah hutang itu benar-benar malapetaka teramat dahsyat. Dari hari ke hari, marah-marahmu tiada henti karena hutang itu,” ujar Wiwin.
“Aku nih capek, tiap hari ngider 2) jualan rempeyek. Yaah... untungnya cuma seperak dua perak. Bingung, mau jualan apa buat nambah-nambahin pemasukan keluarga. Nasi uduk, gorengan, kue-kue, udah banyak yang jualan begituan. Mbak Wiwin mah enak, suami istri pegawai negeri. Pak Jaya kerja di kantor pertanahan, mbak Wiwin ngajar. Biar dikata gaji guru kecil, tapi kan dapet apa tuh? Serkasi?” Icah nyerocos panjang.
“Tunjangan sertifikasi,” jawab Wiwin.
“Iya itu. Sodaraku di Bandung yang jadi guru juga dapat. Wah, enak banget dapat berjuta-juta dari tunjangan itu,” tukas Icah, dengan nada sedikit iri.
“Rezeki setiap orang itu nggak mungkin ketuker, Cah. Banyak atau sedikit yang penting berkah. Berkali-kali aku bilang, coba kamu syukuri kesehatanmu, suami yang ganteng, anak-anak yang manis dan sehat, Ceu Iis yang baik mau ngutangin sembako, dan banyak lagi lainnya. Ini mah tiap haringedumel 3) terus soal hutang. Suami diomelin mulu dan ini... mampir ke rumahku sambil manyun. Coba kamu senyum, Cah... kan manis kelihatannya,” papar Wiwin, sedikit menggoda Icah.
Yang digoda, mesam-mesem, tapi langsung nyamber ketus,
“Ah, pokoknya aku udah bilang sama kang Hadi, pingin hutang lunas. Biar bebas, biar ga mumet ngatur uang gaji yang cuma se-uprit itu. Terserah caranya gimana. Aku ga peduli!”
“Masya Allah, Cah. Istighfar,” sahut Wiwin sambil geleng-geleng kepala.

*   *   *

Gerimis tipis membasahi sore. Langit gelap. Sebentar lagi nampaknya akan turun hujan deras. Udara dingin mulai meringkus. Wiwin tergesa melangkah sambil melipat kedua tangannya di dada. Jalan tanah yang becek mengharuskannya berjalan hati-hati bila tak ingin terpeleset. Ketika melewati warung Ceu Iis, nampak Ceu Iis dan ibunya, Mak Ating, terlibat pembicaraan serius dengan Muhadi. Mereka duduk di teras warung. Ceu Iis terlihat menunduk, sementara Muhadi mengangguk-angguk mencermati penjelasan Mak Ating. Karena mereka serius sekali, Wiwin terus saja berjalan tanpa menyapa.
Sesampainya di rumah, Wiwin berbasa-basi sejenak dengan Icah, sebelum masuk ke dalam rumah. Selang beberapa menit, Muhadi pun tiba.
Setelah berada di dalam rumah,
“Cah, aku mau ngomong,” kata Muhadi, mengambil posisi duduk berhadapan dengan istrinya, di ruang tamu.
Icah menghentikan sejenak pekerjaannya, memasang kancing baju seragam anaknya yang copot.
“Apaan Kang? Udah dapet duit buat bayar hutang?” Icah langsung nembak dengan ekspresi yang tetap manyun kalau bicara soal hutang.
“Istriku udah cantik, pinter lagi. Kok tau sih kalau ini soal hutang kita yang sebentar lagi bakal lunas?” Muhadi mencoba mencairkan suasana.
“Ah, ngga usah banyak cingcong 4), Kang. Dapet uang darimana? Gimana caranya? Trus jumlahnya berapa?” berondong Icah.
“Engh... gini, Cah... engh... gimana ya, ngomongnya?” Muhadi jadi terbata-bata.
“Icah ga peduli deh. Terserah caranya gimana! Yang penting, hutang kita, lunas ga?” tanya Icah, masih bernada judes.
“Iya Cah. Dijamin lunas sama dia.” Suara Muhadi malah menurun intonasinya.
“Dia? Siapa? Kok baik banget?” Icah keheranan.
“Iya, dia baik banget, tapi ada syaratnya. Tapi kan, kata Icah, terserah caranya gimana,” jawab Muhadi.
“Dia... siapa? Terus syaratnya apa?” Icah makin tak sabar.
“Hutang kita nanti semua lunas, Cah. Setelah Akang mengucapkan ijab kabul, saat menikahi Ceu Iis,“ terang Muhadi, agak takut-takut.
Icah tercekat, pandangannya nanar. Tubuhnya bergerak limbung..
DHUARR!!
Gelegar petir menyalak keras. Icah pun sempurna luruh tubuhnya. Tapi bukan suara petir yang membuatnya pingsan..
“Lho... Cah, kan kamu bilang sama Akang, terserah! Kok malah semaput?” kata Muhadi sambil membopong tubuh ramping Icah ke kamar.
Kedua anak mereka duduk manis di lantai menghadap televisi, di ruang tengah, yang lebih tepat disebut ruang serba guna. Danu, si sulung, menoleh sekilas, diikuti adiknya.
“Ibu sakit, Pak?” tanya Danu.
Muhadi mengangguk.
“Tapi sebentar lagi juga sembuh,” ujar Muhadi, menenangkan keduanya.
Anak-anak itu kembali asyik memelototi Spongebob.
“Aku lebih baik menjadi idiot, daripada kehilanganmu,” kata Patrick kepada Spongebob.

Ternyata HIDUP itu SEDERHANA....

Ternyata HIDUP itu SEDERHANA....

oleh "KATA-KATA HIKMAH" pada 19 Maret 2011 jam 5:44


Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah, dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut.

”Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan yang baik.”

Ada seorang anak menjadi murid di toko sepeda. Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tsb. Selain memperbaiki sepeda tsb, si anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap. Murid-murid lain menertawakan perbuatannya. Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya, si adik kecil ditarik/diambil kerja di tempatnya.

”Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah, cukup punya inisiatif sedikit saja.”

Seorang anak berkata kepada ibunya: “Ibu hari ini sangat cantik.” Ibu menjawab: “Mengapa?” Anak menjawab: “Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah.”

”Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah, hanya perlu tidak marah-marah.”

Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah. Temannya berkata: “Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, Tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur.” Petani menjawab: “Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina anakku.”

”Ternyata membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan dia rajin bekerja.”

Seorang pelatih bola berkata kepada muridnya: “Jika sebuah bola jatuh ke dalam rerumputan, bagaimana cara mencarinya?” Ada yang menjawab: “Cari mulai dari bagian tengah.” Ada pula yang menjawab: “Cari di rerumputan yang cekung ke dalam.” Dan ada yang menjawab: “Cari di rumput yang paling tinggi.” Pelatih memberikan jawaban yang paling tepat: “Setapak demi setapak cari dari ujung rumput sebelah sini hingga ke rumput sebelah sana.”

”Ternyata jalan menuju keberhasilan sangat gampang, cukup melakukan segala sesuatunya setahap demi setahap secara berurutan, jangan meloncat-loncat.”

Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan: “Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku.” Katak di pinggir jalan menjawab: “Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah.” Beberapa hari kemudian katak “sawah” menjenguk katak “pinggir jalan” dan menemukan bahwa si katak sudah mati dilindas mobil yang lewat.

”Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari kemalasan saja.”

Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan dengan berat, sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira. Ada yang bertanya: “Mengapa engkau begitu santai?” Dia menjawab sambil tertawa: “Karena barang bawaan saya sedikit.”

”Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja.”


Dari Sahabat

cerita dalam sebuah dompet kulit

cerita dalam sebuah dompet kulit


Alkisah gambar Proklamator Soekarno-Hatta di lembaran uang pecahan Rp.100.000,- sedang berbincang santai di suatu sore bersama tumpukan lembaran uang lainnya dalam sebuah dompet kulit.
“Kadang saya ini sering iri kalau liat Kapiten Pattimura di duit seribuan itu” kata lukisan Soekarno membuka percakapan.
“Lho memangnya ada apa dengan beliau?” tanya lukisan Bung Hatta sambil memperbaiki posisi kacamata bingkai tebalnya.
“Lha coba anda bayangkan saja, hubungannya begitu dekat dengan rakyat kecil dibanding kita - kita ini. Padahal aslinya saya ini dikenal dekat dengan orang-orang kalangan menengah ke bawah dan orang-orang susah” kata lukisan Bung Karno dengan agak geram.
“Maksudnya gimana sih?” tanya lukisan bung Hatta makin penasaran.
“Coba tuh perhatikan.. Kapiten Pattimura itu zaman sekarang ini sangat akrab sama tukang sayur, pedagang asongan, tukang parkir, pak ogah yang bantu mengatur lalu lintas di perempatan, apalagi sama pengemis pinggir jalan, dia juga sering i’tikaf dalam kotak infak di masjid juga dalam keranjang sumbangan keliling” jawab lukisan Bung Karno berapi-api.
“Sekarang lihat nih kita.. Saya rasanya maluuuu banget. Kita malah sekarang sering nongkrong dimana coba? Di bioskop, di Mall, Supermarket dan Pusat Perbelanjaan di kota- kota besar. Kita sering banget dibawa ke restoran mewah, ke toko perhiasan dan toko pakaian kelas atas”.
“Saya sekali-kali pengen juga merasakan masuk dalam kotak infak di masjid itu, atau diajak berkunjung ke rumah pengemis lumpuh di pojokan toko sana. Siapa tahu anaknya sekarang sedang menunggu dia pulang untuk membeli beras buat dimasak untuk makan malam nanti. Wah, pasti menyenangkan ya mendengar do’a dan ucapan syukur mereka saat pengemis itu membawa saya berkunjung ke rumahnya”. Mata lukisan Bung Karno menerawang membayangkan kejadian itu.
“Iya ya Pak.. saya sebenarnya juga merasakan hal yang sama dengan Bapak-bapak lho” Tiba-tiba lukisan I Gusti Ngurah Rai di pecahan uang Rp.50.000,- yang sedari tadi mendengarkan perbincangan itu ikut nimbrung.
“Saya juga  sering merasa nggak enak hati sama lukisan Kapiten Pattimura. Pernah sih kadang-kadang saya ikut masuk dalam kotak infak di masjid, wuiihh.. isinya penuh sang Kapiten semua.. Ya ada juga memang beberapa lembar Tuanku Imam Bonjol dan Cut Nyak Dien disana, tapi itu masih bisa dihitung pake jari” sambung lukisan I Gusti Ngurah Rai.
Tiba-tiba terdengar suara serak berat dari salah satu lembaran uang dalam dompet itu ;
“Sudahlah… mudah-mudahan nanti kalian bakalan sering mencicipi nikmatnya masuk dalam kotak infak masjid itu atau dibawa berkunjung ke rumah mereka yang dhuafa itu”.
Serentak mereka semua menoleh mencari asal suara tadi.
Ternyata itu suara lukisan Kapiten Pattimura. Terlihat lembarannya sudah sangat kusam dan dekil pertanda sudah sering berpindah tangan. Jauh beda kalau dibanding lukisan Bung Karno dan Bung Hatta juga I Gusti Ngurah Rai yang terlihat masih rapi dan licin.
“Manusia umumnya masih belum paham kalau harta milik mereka itu sejatinya adalah apa yang mereka berikan untuk yang bermanfaat bagi orang lain. Mereka terlalu egois untuk memenuhi keinginan- keinginan mereka saja dan jarang memperhatikan orang sekitar yang membutuhkan. Herannya untuk sesuatu yang bahkan tidak terlalu penting, malah mereka tidak segan-segan untuk mengeluarkan uang sebesar apapun asal itu untuk memenuhi hasratnya”. Sambung lukisan Kapiten Patiimura.
Yang lain hanya manggut-manggut mendengar penjelasan itu.
Selang beberapa waktu, tiba-tiba terdengar suara seorang manusia dari luar dompet yang pengap :
“Tolong berilah saya sedekah pak, keluarga kami belum makan dari pagi.”
Pemilik dompet mengeluarkan dompetnya dari saku celana. Jari-jemarinya menyentuh dan memilih satu persatu lembaran uang yang ada di dalamnya.
Semua menahan nafas, sambil berharap merekalah yang akan dibawa pergi untuk kali ini.
Dan selembar uangpun akhirnya keluar dari dompet tadi berpindah tangan ke seorang pengemis. Selembar uang kumal bergambar Kapiten Pattimura.
Dengan tersenyum kecut Sang Kapiten melambaikan tangannya meninggalkan lembaran lain yang hanya bisa menghela nafas panjang. Kecewa.
********
Cerita ini adalah satu dari banyak kisah inspiratif lainnya yang dimuat di buku "ternyata sedekah nggak harus ikhlas" terbitan Gramedia group.
Harga Rp.29.800

Karlina, Sang Guru Anak-anak Orang Rimba

Karlina, Sang Guru Anak-anak Orang Rimba


sUMBER:

- Dengan berbekal gelar sarjana, mungkin semua orang memiliki impian bekerja di tengah kota. Jarang-jarang ada yang mau bekerja di tempat yang jauh dari segala akses. Namun Karlina (27), alumnus Antropologi Universitas Gajah Mada (UGM) ini, lebih memilih menjadi guru bagi anak-anak Orang Rimba nun jauh di tengah hutan belantara di Jambi sana.

Wanita lajang ini menjadi guru anak Orang Rimba bergabung dengan kelompok aktivis
LSM Lingkungan Warung Informasi (WARSI). Dia sudah bergabung sejak 2009 silam, setelah setahun sebelumnya menggondol sarjana antropolog. Karlin, begitu sapaan akrabnya, memang tipe wanita yang suka petualang. Dia rela meninggalkan jauh keluarganya di Yogyakarta. Pilihannya ingin mengabdikan kemampuannya untuk anak Orang Rimba, suatu kelompok masyarakat pedalaman di Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) nan jauh dari hingar bingarnya hidup di perkotaan.

"Ketika awalnya memilih pekerjaan seperti ini, sempat ada teguran dari orangtua. Ya mungkin semua orang juga berpikiran ingin hidup dan bekerja di tempat yang bersih, tidak seperti saya hidup di tengah hutan belantara," kata Karlin dalam perbincangan dengan detikcom beberapa waktu lalu.

Tapi yang namanya hidup, merupakan pilihan dan kesenangan. Karlin bisa meyakinkan 
pada keluarganya, bahwa alternatif yang dipilihnya sebagai bentuk tantangan tersendiri dalam hidupnya. Hatinya terpanggil ingin mengabdi tanpa pamrih pada anak Orang Rimba ini, ketikanya di bangku kuliah sempat melihat sebuah iklan di TV. Di mana sosok wanita tangguh yang dikenal dengan nama Butet -kala itu bekerja di Warsi- menjadi guru anak Rimba.

Dari sana, Karlin yang juga hobi panjat gunung ini merasa terpanggil. Dia ingin setelah meraih sarjana, kelak bisa bergabung bersama Warsi. Kelompok aktivis Warsi sendiri sejak tahun 1998 silam sudah membuat kelompok belajar alternatif untuk anak-anak Rimba itu.

Kebetulan ketika itu Warsi membuka lowongan buat tenaga pengajar bagi anak Orang Rimba. Setelah bergabung, tahap awal Karlin harus beradaptasi dengan situasi dan suasana di lingkungan hutan belantara itu. Untuk menempuh jalur ke kawasan hutan, cewek bertubuh mungil ini, harus berjalan kaki menelusuri perbukitan. Di kawasan penyanggah TNBD, memang disana ada Posko Warsi. Dari sana, Karin harus beranjak kembali menuju perkampungan Orang Rimba. Paling dekat dari Posko Warsi, dia berjalan minimal satu jam. Namun demikian masih ada kelompok Orang Rimba lainnya yang jauh di tengah kawasan hutan yang harus ditempuh berjalan kaki selama 9 jam.

"Kita tidur di Posko Warsi yang ada di pinggir taman. Orang Rimba baik-baik, bila mereka berhasil berburu, saya pasti diberi dagingnya," kata Karlin.

Awalnya, Karlin tidak membayangkan kondisi Orang Rimba yang sesungguhnya. Fakta di
lapangan, ketika pertama kali menginjakkan kaki di pemukiman Orang Rimba, dia terkejut ternyata masih ada rumah beratapkan terpal tanpa dinding. Kaum wanitanya hanya mengenakan kemben dan masih banyak anak-anak tanpa busana.

"Walau sudah banyak baca buku tentang suku-suku di Indonesia, namun masih sulit dipercaya kalau zaman sekarang masih ada komunitas marginal seperti Orang Rimba," kata Karlin yang sebelum masuk UGM merupakan tamatan dari SMK Cipta Karya, Medan
itu.

Tidak terlalu sulit memang baginya beradaptasi dengan lingkungan Orang Rimba. Ini dimungkinkan, karena aktivitas Warsi selama ini sudah cukup dekat dengan masyarakat 
Rimba. Sehingga dengan membawa nama Warsi, kelompok masyarakat Rimba bisa menerima dengan terbuka.

"Senangnya mereka selalu terbuka dengan saya, mungkin karena mereka sudah percaya
sama Warsi, jadi begitu saya masuk boleh dikata tidak ada halangan yang berarti dalam bergaul dengan mereka," lanjut gadis asal Yogyakarta ini.

Tugas mengajar menulis dan berhitung dijalankannya dengan senang hati. Ada sekitar 30-an anak Rimba yang membutuhkan tegananya. Dari jumlah itu, mereka tidak satu lokasi. Mereka terdiri dari kelompok yang berbeda dan lokasi yang berbeda.

"Kebetulan anak-anak rimba sangat cepat menangkap, dan mereka sangat antusias setiap kali belajar," ujar Karlin.

Proses belajarnya, Karlin harus berdiam diri selama dua pekan di dalam hutan dua pekan lainnya beristirahat di Kota Jambi. Papan tulis dan kapur serta sejumlah buku, pena dan pensil selalu menyertainya, dalam setiap kunjungan ke komunitas Orang Rimba.

"Kalau kertasnya habis, ya kami pakai apa yang bisa untuk ditulis, kadang pakai kertas bekas bungkus rokok juga pernah," sebutnya.

Proses belajarnya pun tidak sama dengan dunia pendidikan normal yang memiliki ruangan kelas yang bagus. Anak-anak Orang Rimba ini belajar di alam terbuka. Mereka duduk bersama di bawah pohon rindang, kadangkala mereka belajar di tepi sungai.  Tidak ada juga jam pelajaran sebagaimana umumnya. Perlu kesabaran ekstra agar dapat
mengumpulkan anak-anak Rimba itu.

"Kapan mereka kumpul, baru kita belajar. Jadi bisa saja belajarnya pagi, siang atau sore. Kalau malam jelas tidak bisa, karena tidak ada listrik," kata Karlin.

Dalam bertugas, tidak hanya sekadar mengajar baca dan tulis saja. Lembaga tempat dia bekerja juga melakukan advokasi untuk pendidikan anak-anak Orang Rimba. Sebagaimana misi Warsi yang juga menghubungkan Orang Rimba dengan jalur pendidikan formal, terutama untuk Orang Rimba yang berada dekat dengan fasilitas pendidikan.

"Ada juga Orang Rimba yang sudah dekat dengan pemukiman, seperti Orang Rimba di Desa Kedudung muda, mereka sekitar 2 jam perjalanan keluar rimba sudah ketemu sekolah formal. Untuk anak-anak di kelompok ini, kami usahakan mereka untuk bisa mengikuti pendidikan sekolah formal," jelas wanita berkulit kuning langsat ini.

Bagi anak-anak yang dekat dengan sekolah formal ini, rata-rata mereka telah mengikuti sekolah alternatif yang diselenggarakan Warsi. Mereka sudah bisa membaca, menulis dan berhitung serta sedikit pengetahuan umum. Kemudian mereka didaftarkan ke sekolah terdekat untuk mengikuti sekolah kelas jauh. 

"Mereka kita daftarkan di sekolah formal, walau bukan langsung sekolah setiap
harinya, namun diatur jadwalnya dengan guru sekolah bersangkutan. Kemudian dipilih
tempat untuk pertemuan, biasanya dilakukan di kantor lapangan kita," tambah Karlin.

Hasilnya lumayan, dalam beberapa tahun ini anak-anak rimba sudah ada yang mengikuti
ujian persamaan UAN. "Walau belum terlalu banyak, tapi tahun kemarin sudah ada 3 orang yang lulus UN, namun sayang mereka belum lanjut ke jenjang berikutnya, lagi-lagi terkedala jarak yang jauh dengan SMP terdekat," kata Karlin.

Tidak hanya itu, sebaran Orang Rimba yang cukup luas, yang terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu di TNBD, selatan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan sepanjang jalan lintas Sumatera mulai dari batas Jambi-Sumatera Selatan sampai Batas Jambi-Sumbar. Di beberapa tempat di Jalan Lintas, Warsi juga mengadvokasikan pendidikan formal untuk anak-anak rimba. Selain langsung menghubungkan dengan pihak sekolah, staf pendidikan juga melakukan advokasi ke pemerintah.

"Bagaimana pun pendidikan hak semua orang, dan negaralah yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut, kami dari Warsi mendorong supaya negara lebih tanggap dan lebih berkomitmen untuk pendidikan Orang Rimba," ucap Karlin.

Apalagi sebagian besar Orang Rimba di jalan lintas sudah berintegrasi dengan kelompok masyarakat Melayu maupun masyarakat transmigrasi. "Sarana pendidikan sebenarnya sudah sangat dekat dengan mereka, hanya stigma yang dilekatkan kelompok masyarakat lain pada Orang Rimba seringkali menyebabkan mereka tidak diterima bersekolah di sekolah formal. Ini yang terus kami upayakan supaya negara dapat mengambil peran untuk memenuhi hak-hak masyarakat adat seperti halnya Orang Rimba," harap Karlin.

So, adakah Karlina2 selanjutnya di Indonesia?

Dilematika Sistem Pendidikan

Dilematika Sistem Pendidikan
Oleh: Silvia Dwi Jurusan Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada
 dimuat di Bangka Pos edisi: 28/Feb/2011 wib


Keseriusan pemerintah Jepang dalam sistem pendidikan negara mereka  terbukti dengan dilakukannya  kerjasama pemerintah, sekolah dan dengan berbagai perusahan serta lembaga setempat dalam waktu-waktu tertentu, melibatkan anak-anak sekolah dalam proses produksi suatu usaha atau layanan jasa. 



Sistem pendidikan di Indonesia banyak mendapat sorotan, terutama menjelang ujian nasional. Pendidikan merupakan hal yang vital bagi pondasi suatu bangsa. Tentu saja, sistem pendidikan haruslah berkualitas dan mampu menjadikan generasi Indonesia generasi yang intelek dan berwawasan luas serta mampu menjadi problem solving bagi permasalahan bangsa ini. 

Sekarang ini, sistem pendidikan di Indonesia lebih menekankan kepada aspek-aspek angka. Para peserta didik dituntut keras untuk mencapai standar-standar kelulusan minimal agar dapat dikatakan tuntas dalam belajar. Akibatnya, tekanan pada siswa begitu tinggi. Apalagi menjelang ujian nasional. Belajar pun ditekankan kepada pelajaran-pelajaran yang di UAN kan. Akibatnya, pelajaran lain yang tidak diujian nasionalkan dianggap seolah-olah tidaklah penting. 

Target-target angka ini juga begitu gencar dilakukan oleh sekolah-sekolah di Indonesia. Presentase kelulusan siswa merupakan satu-satunya parameter yang dipakai untuk menentukan kualitas suatu sekolah. Sehingga, terkadang banyak sekolah juga diduga kuat seringkali melakukan pembocoran kunci jawaban kepada siswa agar bisa lulus. Tuntutan sistem pendidikan juga membuat peserta didik hanya mengejar nilai dan ijazah. Sehingga, institusi pendidikan hanya dijadikan tempat untuk mengejar ijazah dan angka-angka, bersifat kaku,  bukan sebagai lembaga untuk mengasah potensi, kreativitas siswa, serta  mengembangkan daya pikir dan nalar peserta didik untuk kritis, cerdas (tidak hanya sekadar pintar), dan mampu menganalisis suatu persoalan atau fenomena. 
Semangat Yutori Kyoiku

Kita bandingkan sistem pendidikan kita dengan negara maju, Jepang. Semangat Yutori Kyoiku di Jepang mulai dicetuskan terlebih guna membuat para siswa lebih rileks menjalani proses pembelajaran. Kurikulum 2002 digunakan dengan semangat Yutori Kyoiku dimana muatan pada kurikulum itu sendiri dikurangi hingga 30 persen. Yutori Kyouiku juga memberi kesempatan kepada siswa mengalami proses belajar di luar kelas. Melalui kurikulum seperti ini, para siswa diberi kesempatan untuk belajar mandiri serta berpikir kritis. Sekolah tidak terlalu menuntut ke angka-angka, karena nilai menjadi mubazir apabila peserta didik tidak bisa menterjemahkannya dalam lingkungan sosial mereka sehari-hari. Keseriusan pemerintah Jepang dalam sistem pendidikan negara mereka  terbukti dengan dilakukannya  kerjasama pemerintah, sekolah dan dengan berbagai perusahan serta lembaga setempat dalam waktu-waktu tertentu, melibatkan anak-anak sekolah dalam proses produksi suatu usaha atau layanan jasa. 

Melalui keterlibatan tersebut, siswa diminta untuk melakukan observasi dan terbuka dengan berbagai pertanyaan kritis dimana hasil penelitian itu selanjutnya akan dicatat dan dipresentasikan peserta didik sebagai kesimpulan dari proses belajar.

Dengan demikian, kita bisa belajar dari negara Jepang dan negara lain untuk mulai membenahi sistem pendidikan di negara ini. Peserta didik tidak dididik hanya dengan fokus mengejar angka-angka dan ijazah semata, sehingga kreativitas dan nalar menjadi tidak optimal. Kurikulum harus mampu membuat pembelajaran menjadi rileks dan aktif sehingga peserta didik  dapat lebih berpikir kritis dan kontributif dalam lingkungan sosial dan demi kemajuan bangsa Indonesia. Mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, hendaknya pemerintah  memperhatikan dengan serius pendidikan di Indonesia dengan melibatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan yang mengasah potensi, nalar, dan kreativitas mereka. Fasilitas-fasilitas pendidikan juga tentunya harus ditingkatkan agar suasana belajar mengajar menjadi kondusif. Pemerintah juga harus menaruh perhatian lebih kepada daerah-daerah terpencil yang sangat minim SDM guru dan fasilitas. Tentunya, ini merupakan PR bagi pemerintah dan kita bersama untuk menjadikan pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik.***

Muslimah Amerika Bicara Hijab

Muslimah Amerika Bicara Hijab
by ammusyahla

“Wahai saudari muslimah, mari menuju gerbang surga bersama. Penuhi kewajibanmu kepada Allah"
Kenapa kita harus menggunakan hijab (jilbab)? Ini pertanyaan yang bagus bukan, dan tentunya ada jawaban yang bagus pula. Allah telah memerintahkan kita sesuatu yang baik buat kita, dan Allah melarang kita dari sesuatu yang itu buruk buat kita. Allah perintahkan wanita muslim untuk mengenakan hijab ketika ia keluar rumah atau ketika ada pria asing. Jadi mengenakan hijab adalah sumber kebaikan buat kalian -muslimah- untuk berbagai alasan, di antaranya:
Kalian telah mentaati Allah . Ketika mengenakan hijab kalian mematuhi perintah Rabb kalian dan kalian bisa mengharapkan pahala yang besar.
Perintah mengenakan hijab adalah perlindungan Allah terhadap kecantikan alami kalian. Kalian begitu berharga untuk dipamerkan kepada setiap pria yang melihat.
Hijab juga penjagaan Allah terhadap kesucian kalian. Allah mensucikan hati dan pikiran kalian melalui hijab. Allah mempercantik luar dalam roman kalian. Pada bagian luar, hijab kalian mencerminkan kemurnian, kesucian, kesederhanaan, rasa malu, ketenangan, daya tarik, dan kepatuhan terhadap Allah . Untuk bagian dalamnya, akan mengeratkan hal yang sama.

Allah memberi kefemininan melalui hijab. Muslimah adalah wanita yang menghormati kewanitaannya. Allah menginginkan kalian untuk dihormati oleh orang lain, untuk itu hormatilah diri kalian sendiri.
Allah menampakkan martabatmu melalui hijab. Ketika pria asing melihatmu, dia akan menghormatimu karena dia melihat bahwa kalian menghormati diri kalian. Allah menjaga kehormatanmu 100% melalui hijab. Laki-laki tidak akan memandangmu dengan cara yang sensual, mereka tidak akan mendekatimu dengan cara yang seperti itu, dan bahkan mereka tidak akan berbicara kepadamu dengan cara yang demikian. Lebih dari itu, laki-laki akan memberikan penghargaan yang tinggi terhadapmu dengan cara hanya memandangmu sekilas-sekilas, seperti pandangan budak terhadap rajanya.

Allah memberimu derajat yang tinggi melalui hijab. Kalian terpandang, tidak direndahkan karena kalian tertutupi tidak telanjang.
Allah memberikan persamaan sebagai muslimah melalui hijab. Rabbmu melimpahkan persamaan yang sederajat dengan laki-laki sebagai rekan dalam hidup dan memberimu hak dan kebebasan sepenuhnya. Dan ini bisa kalian utarakan dengan mengenakan hijab.
Allah memberikanmu peran sebagai muslimah dengan hijab. Kalian adalah seseorang dengan tugas yang penting. Kalian tunjukan bimbingan dan arahan melalui hijab. Kalian adalah seseorang yang mana masyarakat melihatnya dengan serius.
Allah utarakan keindependenanmu melalui hijab. Kalian menetapkan secara jelas bahwa kalian adalah hamba yang berbakti kepada Rabb Yang Maha Agung. Kalian tidak akan patuh kepada seorangpun dan mengikuti cara yang lain. Kalian bukan budak lelaki manapun, bukan budak sebuah negara. Kalian bebas dan mandiri dari semua sistem buatan manusia.
Allah memberi kebebasan bergerak dan berekspresi melalui hijab. Kalian bisa bergerak dan berkomunikasi tanpa rasa takut gangguan. Hijab memberi kepercayaan diri yang unik.
Allah ingin memperlakukan kaum muslimah dengan kebaikan, Allah ingin keindahanmu terpelihara dan tersimpan hanya untuk seorang pria, yakni suamimu. Allah membantumu menikmati pernikahan melalui hijab, karena kamu hanya menyajikan keindahanmu kepada satu orang pria. Suamimu akan bertambah mencintaimu, dia akan lebih mengharapkanmu, dia lebih menghargaimu dan lebih menghormatimu. Maka hijab telah menambah kesuksesan hubungan pernikahan kalian.

Dengan demikian, wanita muslim yang berhijab akan berderajat tinggi dan tidak direndahkan, akan bebas dan tidak dapat ditaklukkan, akan suci dan tidak ternodai, akan merdeka dan tidak diperbudak, akan terlindungi dan tidak telanjang, akan dihormati dan tidak akan jadi bahan tertawaan, akan percaya diri dan tidak gelisah, dan menjadi pelaksana hukum bukan pendosa.

Wahai saudari muslimah, mari menuju gerbang surga bersama. Penuhi kewajibanmu kepada Allah , kenakan perhiasanmu, kenakan hijabmu, dan berlombalah dalam beramal shaleh untuk menggapai surga Allah.
Muslimah Connection